Kemon.id, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan ekosistem industri bambu nasional secara terintegrasi, dari hulu hingga hilir. Upaya ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi sekaligus memperkuat fungsi konservasi lingkungan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, bambu memiliki potensi besar di sektor kerajinan, furnitur, konstruksi, hingga bioindustri. “Saat ini Kemenperin telah menyiapkan sejumlah program strategis untuk mendukung pengembangan industri bambu nasional,” ujarnya di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menambahkan, hasil kunjungan kerja ke Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan potensi besar yang dimiliki Indonesia. Namun masih ada tantangan, seperti ketersediaan bahan baku, rantai pasok, dan peningkatan kompetensi SDM.
Permintaan global terhadap produk bambu terus meningkat, termasuk furnitur, dekorasi, hingga konstruksi. Bahkan permintaan ekspor lantai kontainer berbahan bambu bisa mencapai 1.500 m³ per bulan, sementara kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 30 m³ per bulan. “Kesenjangan ini menjadi peluang besar bagi industri bambu nasional untuk berkembang lebih agresif,” jelas Putu.
Selain ekspor, pasar domestik juga menunjukkan pertumbuhan signifikan, terutama di kawasan wisata seperti Bali, Mandalika, Lombok, dan Labuan Bajo. Bangunan berbasis bambu bahkan bisa mencapai harga Rp12 juta per meter persegi, dengan tingkat pengembalian investasi lebih cepat dibanding konstruksi beton. “BEP bangunan bambu hanya tiga tahun, sedangkan beton butuh enam sampai tujuh tahun,” ungkapnya.
Dalam kunjungannya di Yogyakarta, Putu meninjau sejumlah pelaku industri dan komunitas, mulai dari Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJI-KB) yang memiliki mesin pengolahan dan pengujian furnitur, komunitas Sahabat BambuBoss yang rutin menanam 10.000 bibit bambu per tahun, kawasan Hutan Bambu Bulaksalak seluas tiga hektar yang dikelola dengan konsep agroforestry, hingga PT Bambu Nusa Verde yang fokus pada riset bioteknologi bambu sejak 1994.
Putu menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor agar ekosistem bambu lebih berkelanjutan. Kemenperin menyiapkan dukungan regulasi, insentif investasi, program restrukturisasi mesin, hingga subsidi bunga pinjaman 5 persen lewat Kredit Industri Padat Karya (KIPK). Pemerintah juga merancang pusat logistik bahan baku bambu untuk mempermudah pasokan industri serta mengembangkan Akademi Komunitas Bambu guna meningkatkan kompetensi SDM.
Riset terbaru menunjukkan kualitas mekanik bambu petung dan apus asal Indonesia lebih unggul dibanding bambu moso dari Tiongkok. Potensi ini diyakini mampu menjadikan Indonesia sebagai pemain utama industri bambu global. “Industri bambu tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan. Ini sejalan dengan target Uni Eropa untuk meningkatkan penggunaan material konstruksi carbon storing hingga 30 persen pada 2030,” pungkas Putu.
sumber: Kemenperin