Yogyakarta kembali menguatkan posisinya sebagai pusat kebudayaan dan spiritual wellness di Indonesia. Melalui Technical Meeting Road Jogja Cultural Wellness Festival (JCWF) 2025, semangat kolaborasi lintas bidang disatukan untuk menghadirkan festival yang bukan hanya meriah, tetapi juga menyembuhkan jiwa dan budaya.
Kemon.id, Yogyakarta – Di tengah dinamika global yang kian kompleks, keseimbangan antara budaya, spiritualitas, dan kesehatan jiwa menjadi kunci utama dalam menjaga ketahanan manusia dan peradaban. Technical Meeting Road Jogja Cultural Wellness Festival (JCWF) 2025 hadir sebagai langkah strategis dan reflektif untuk menyatukan seluruh potensi dan jejaring menuju perhelatan besar yang mengangkat tema wellness culture sebagai wajah baru pariwisata Yogyakarta.
Dipimpin oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara, selaku Ketua Panitia sekaligus Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Daerah Istimewa Yogyakarta, kegiatan ini menjadi wujud nyata sinergi antara kebijakan promosi pariwisata, pengembangan sumber daya kreatif, dan pemberdayaan komunitas lokal.
GKR Bendara menegaskan bahwa wellness tourism bukan sekadar tren, tetapi panggilan budaya untuk menumbuhkan kesadaran hidup yang selaras, berdaya, dan berkeadaban.

Diselenggarakan di Museum Wahanarata, Jl. Rotowijayan, Kadipaten, Kraton, Kota Yogyakarta, Technical Meeting Road JCWF 2025 menjadi forum koordinatif sekaligus forum inspiratif. Di sini, para fasilitator, terapis, komunitas, vendor, UMKM, media, seniman, dan akademisi bertemu dalam satu energi: membangun festival yang tidak hanya meriah secara visual, tetapi juga bermakna secara spiritual dan kultural.
Momentum ini mengukuhkan bahwa JCWF 2025 bukan sekadar festival, melainkan gerakan kebudayaan transformatif yang mengembalikan manusia kepada nilai keseimbangan dan harmoni semesta. Melalui kolaborasi lintas bidang, Yogyakarta kembali menegaskan dirinya sebagai pusat spiritual wellness dan cultural healing di Nusantara.
Sejalan dengan visi GKR Bendara, Technical Meeting Road JCWF 2025 menjadi perjalanan awal yang meneguhkan semangat kolektif: “menyemai kesadaran, menumbuhkan kebersamaan, dan menghadirkan Yogyakarta sebagai ruang jiwa yang hidup, berbudaya, dan menyembuhkan.”
















