Kemon.id, Yogyakarta – Dalam balutan semangat Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Yogyakarta International Airport (YIA) menjelma menjadi panggung budaya yang menggetarkan hati. Bukan dengan parade militer atau kembang api, melainkan lewat denting lembut gamelan yang mengalun syahdu dari ruang kedatangan. Di sinilah, gamelan bukan sekadar musik—ia menjadi bahasa penyambutan, jembatan antarbudaya, dan harmoni dalam arti sesungguhnya.
Berjudul “Harmoni Gamelan”, kegiatan kolaboratif antara YIA dan Taman Pintar ini menjadi salah satu cara unik dan mengesankan dalam memperingati HUT RI ke-80. Tak hanya menampilkan pertunjukan, para tamu—baik yang datang maupun berangkat—diajak ikut serta dalam pertunjukan itu sendiri. Mereka diajak memainkan bendhe, salah satu alat musik dalam gamelan, yang telah diberi nomor nada, dan dipandu langsung oleh tim pemandu dari Taman Pintar. Tidak butuh latihan bertahun-tahun, hanya butuh rasa penasaran dan hati yang terbuka.
Hasilnya? Sebuah gending Jawa yang tercipta dari kolaborasi lintas bangsa, lintas usia, dan lintas latar belakang. Irama yang lahir bukan hanya dari keahlian, tapi dari kebersamaan dan semangat merdeka.
Dari Korea hingga Jerman: Turis Dunia Ikut Menabuh Tradisi
Salah satu momen paling menyentuh datang dari rombongan wisatawan asal Korea Selatan yang baru saja mendarat. Bukannya langsung menuju hotel atau antre bagasi, mereka berhenti, tersenyum, dan tanpa ragu ikut duduk bersama, memegang bendhe, dan memukulnya sesuai arahan. Tidak sedikit dari mereka yang tertawa kecil ketika nadanya meleset, lalu mencoba lagi. Bahkan, beberapa di antara mereka dengan bangga merekam momen tersebut dan mengunggahnya di media sosial.
Seorang turis asal Jerman yang baru pertama kali datang ke Yogyakarta mengatakan, “It feels so warm, so welcoming. I never imagined to be invited like this, to be part of something cultural right at the airport.”
Sementara turis dari Perancis tampak bertanya-tanya tentang filosofi di balik gamelan, yang kemudian dijelaskan oleh pemandu: tentang keselarasan, gotong royong, dan irama yang tidak pernah berebut ruang—sebuah cerminan dari nilai-nilai Jawa yang dalam.
Diplomasi Budaya di Ruang Transit
General Manager YIA, Ruli Artha, mengungkapkan bahwa kegiatan ini bukan sekadar atraksi, melainkan bentuk diplomasi budaya yang halus namun kuat. “YIA adalah pintu gerbang dunia ke Yogyakarta. Dengan menghadirkan gamelan sebagai penyambut pertama, kami ingin menunjukkan bahwa budaya kami hidup, ramah, dan siap menyapa siapa pun,” ujarnya.
Menurutnya, program ini bukan hanya mempercantik terminal, tetapi juga memperkuat posisi Yogyakarta sebagai destinasi pariwisata budaya kelas dunia. Dalam konsep place branding, ini adalah langkah cerdas: menjadikan budaya sebagai identitas dan pengalaman yang melekat sejak kaki pertama menapak di tanah Jogja.
Menyemai Cinta Tradisi Sejak Dini
Agus Rachmanto, pengelola Taman Pintar, menambahkan bahwa inisiatif ini juga bertujuan menanamkan kecintaan terhadap budaya sejak dini—bukan hanya bagi wisatawan, tetapi juga bagi generasi muda lokal yang terlibat sebagai pemandu atau pengisi acara.
“Ini adalah perayaan kemerdekaan yang menyentuh akar kita—bahwa kita merdeka bukan hanya secara politik, tetapi juga dalam menjaga, mencintai, dan membagikan budaya kita kepada dunia,” jelas Agus. Ia pun menambahkan bahwa kegiatan semacam ini idealnya menjadi agenda rutin, bukan hanya setiap 17 Agustus, tetapi sebagai wajah baru dari bandara: Gamelan di Gerbang Wisata Jogja.
Ketika Bandara Menjadi Panggung, dan Gamelan Menjadi Salam
“Harmoni Gamelan” di YIA bukan sekadar pertunjukan musik tradisional. Ia adalah pengingat bahwa budaya bisa hidup di mana saja—bahkan di tengah lalu lintas internasional dan deru mesin jet. Ia adalah simbol bahwa keterbukaan dan warisan tradisi bisa berjalan beriringan, bahwa menjadi Indonesia di abad ke-21 adalah soal mampu menyapa dunia tanpa kehilangan akar.
Dan bagi siapa pun yang datang atau pergi melalui Yogyakarta, alunan gamelan ini adalah salam pembuka dan penutup—yang tidak hanya terdengar, tapi terasa di hati.Pungkas:Agus