BeritaEducationUtama

Krisis Global dan Jalan Nusantara: Dari Kuasa Menuju Kesadaran

Kemon.id, Yogyakarta – Tahun 2025 menandai babak baru dalam lanskap global. Dunia kian menjauh dari dominasi satu kutub kekuatan. Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia terus bersaing mempertahankan pengaruh, sementara kekuatan regional seperti Uni Eropa, India, dan negara-negara Timur Tengah mulai mengambil peran lebih strategis dalam percaturan geopolitik dunia.

Namun, stabilitas global masih jauh dari kata aman. Perang yang belum usai di Ukraina, ketegangan di Laut Cina Selatan, dan konflik Palestina yang terus menyala menjadi pengingat bahwa perdamaian dunia masih rapuh. Di saat yang sama, dunia dibayangi krisis energi, kelangkaan pangan, dan ancaman perubahan iklim yang kian nyata.

Di medan yang tak kalah penting, teknologi menjadi arena perebutan pengaruh. Artificial Intelligence, big data, dan digitalisasi global memicu perang informasi, membentuk opini publik, bahkan menentukan arah kebijakan negara.

Indonesia di Titik Silang Global: Ujian Diplomasi Bebas-Aktif

Sebagai anggota G20 dan pemimpin ASEAN, Indonesia berada di persimpangan penting. Warisan diplomasi bebas-aktif kini diuji relevansinya: mampukah tetap menjadi prinsip penuntun, atau justru tergilas dalam tarik-menarik kepentingan kekuatan besar?

Melihat Krisis Lewat Lensa Filosofi Jawa

Di tengah gejolak global, sejumlah intelektual dan budayawan Indonesia menawarkan cara pandang alternatif. Krisis, menurut mereka, tak sekadar soal politik dan ekonomi. Lebih dari itu, krisis adalah gejala dari ketidakseimbangan kesadaran manusia.

Filosofi Jawa menawarkan tiga nilai utama sebagai cermin kontemplatif:

1. Data Sawala – Perbedaan bukan ancaman, melainkan ruang untuk dialog dan mencari titik temu.

2. Padha Jayanya – Semua pihak hakikatnya setara. Kemenangan sejati lahir dari harmoni, bukan dominasi.

3. Mata Bathanga – Kesadaran akan keterbatasan dan kefanaan manusia. Mengajarkan rendah hati di tengah persaingan global.

“Tradisi Jawa memandang krisis bukan sebagai kehancuran, melainkan sebagai jalan kolektif menuju kesadaran baru. Dunia kini sedang mengalami transmutasi: dari kesadaran berbasis kuasa menuju kesadaran berbasis harmoni.”

Transformasi Paradigma: Dari Power ke Consciousness

Geopolitik selama ini dibangun atas dasar kekuatan material: militer, ekonomi, dan teknologi. Namun, krisis demi krisis menunjukkan bahwa pendekatan berbasis “kekuatan keras” tak lagi cukup.

Kini saatnya membangun kesadaran kolektif. Dunia membutuhkan kesadaran ekologis untuk menyelamatkan bumi, solidaritas lintas batas untuk menjawab krisis kemanusiaan, dan etika dalam menjinakkan kemajuan teknologi.

Indonesia punya posisi unik. Dengan Bhinneka Tunggal Ika dan semangat gotong royong, bangsa ini bisa menunjukkan bahwa keberagaman bukanlah sumber konflik, tetapi pijakan harmoni.

“Indonesia bisa menjadi pusat transformasi kesadaran global. Dari Nusantara, dunia dapat belajar bahwa perbedaan adalah kekuatan, bukan kelemahan.”

Dampak Geopolitik 2025 bagi Indonesia: Ancaman dan Peluang

Meski berpotensi jadi pelopor harmoni global, Indonesia tetap harus siap menghadapi sejumlah dampak serius dari gejolak geopolitik:

1. Ekonomi – Harga energi dan pangan global yang fluktuatif berpotensi menggoyang stabilitas nasional. Ketergantungan impor mesti ditekan lewat penguatan kedaulatan pangan dan energi.

2. Politik dan Keamanan – Ketegangan Laut Cina Selatan bisa menyeret Indonesia ke pusaran konflik. Dibutuhkan diplomasi yang cerdas dan presisi tinggi.

3. Sosial Budaya – Derasnya arus informasi global memicu polarisasi dalam negeri. Literasi kritis harus diperkuat agar masyarakat tak mudah terpecah oleh disinformasi.

4. Ekologi – Krisis iklim berdampak besar pada sektor pertanian dan pesisir. Solusi adaptif berbasis kearifan lokal menjadi kunci ketahanan lingkungan.

Jalan Solusi: Dari Nusantara untuk Dunia

Menghadapi tantangan ini, Indonesia perlu mengusung pendekatan strategis dan berakar pada jati diri bangsa:

Meneguhkan politik luar negeri bebas-aktif, dengan penekanan pada diplomasi moral dan kemanusiaan.

Membangun ekonomi berkelanjutan berbasis ekologi dan budaya lokal, bukan sekadar mengejar pertumbuhan, tapi keberlanjutan.

Mempromosikan diplomasi budaya dan spiritualitas Nusantara, memperkenalkan nilai-nilai harmoni dan gotong royong ke panggung internasional.

Meningkatkan kesadaran kolektif melalui pendidikan kritis, penguatan solidaritas sosial, dan revitalisasi nilai-nilai kebersamaan.

Kesadaran Kolektif: Fondasi Peradaban Baru

Di tengah kompleksitas geopolitik, satu pesan makin bergema: dunia membutuhkan paradigma baru. Jika abad lalu ditandai oleh perebutan kekuasaan, maka masa depan harus dibangun atas dasar kesadaran bersama.

Indonesia punya peluang historis untuk menjadi pelopor. Dengan memadukan strategi geopolitik modern dan filosofi Jawa yang sarat nilai luhur, Indonesia bisa menjadi obor harmoni di tengah gelapnya persaingan global.

“Indonesia tidak harus menjadi raksasa militer atau ekonomi untuk dihormati. Yang dibutuhkan dunia hari ini adalah kepemimpinan moral, spiritual, dan kultural. Dan Indonesia punya itu.”

Menuju Arah Baru Peradaban: Dari Krisis ke Harmoni

Peta geopolitik 2025 memang kompleks, tetapi di balik tantangan itu tersimpan peluang besar. Indonesia bisa memainkan peran sebagai penjembatan krisis dan kesadaran, sebagai bangsa yang menyatukan perbedaan, bukan membiarkannya memecah.

Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai data sawala, padha jayanya, dan mata bathanga, serta menerapkannya dalam kebijakan nasional dan hubungan internasional, Indonesia bukan hanya bisa bertahan, tetapi juga ikut membentuk arah baru peradaban global.

Penulis : Agus Budi Rachmanto, M.Sc Ilmu Hubungan Internasional UGM.
Member of Asia Pacific Network of Science & Technology Centres (ASPAC).

What's your reaction?

Related Posts

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *