Kemon.id, Yogyakarta – Pesawat Air India Boeing 787-8 Dreamliner dengan nomor penerbangan AI171 jatuh sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel, Ahmedabad, pada 12 Juni 2025.
Pesawat yang membawa 242 orang ini jatuh di kawasan pemukiman Meghani Nagar, menewaskan seluruh penumpang dan kru, serta puluhan korban di darat. Tragedi ini menjadi kecelakaan fatal pertama bagi Boeing 787 sejak debut komersialnya pada 2011, sekaligus mengakhiri rekor keselamatan Dreamliner yang selama ini tak tercoret.
Kecelakaan ini terjadi di tengah sorotan tajam terhadap krisis kualitas dan budaya keselamatan Boeing. Pemerhati penerbangan Adhi Karnanta Hidayat menilai krisis ini telah menyebabkan kerugian besar, penurunan reputasi, dan pengawasan ketat dari regulator global.
Dalam beberapa tahun terakhir, Boeing memang kerap diterpa masalah teknis dan cacat produksi yang memicu kekhawatiran publik tentang keamanan terbang dengan pesawat Boeing.
Salah satu masalah serius dilansir dari www.nytimes.com yang pernah diidentifikasi FAA (Federal Aviation Administration) AS, adalah potensi kegagalan sistem listrik Boeing 787.
Jika keempat unit kontrol generator utama (GCU) dihidupkan bersamaan selama 248 hari tanpa dimatikan, seluruh sistem listrik AC pesawat bisa gagal total, termasuk pada fase kritis seperti lepas landas. Kondisi ini sangat membahayakan karena pilot bisa kehilangan kendali penuh atas pesawat.
Menurut Adhi yang menjadi penyelidikan tragedi Boeing 787 nomor penerbangan AI171, bukan hanya aspek Human Error Pilot, Berat Pesawat Berlebihan, Kegagalan Mesin, atau Faktor Cuaca. Tapi lebih kepada dugaan masalah komputer onbord yaitu modul lepas landas secara khusus mengacu pada FCM (Flight Control Module), sistem komputer onboard yang lebih luas (FMS – Flight Management System) juga merupakan bagian penting dari operasi penerbangan 787 dan dapat mengalami kegagalan sistem.
Jika FCM gagal secara bersamaan, permukaan kontrol penerbangan mungkin tidak merespons input pilot, yang berpotensi menyebabkan hilangnya kendali sementara bisa juga menjadi salah satu faktor menyebapkan tragedi tragisnya jatuhnya Boeing 787-8 nomer penerbangan Flight Al171.
Penyelidikan penyebab jatuhnya Boeing 787 nomer penerbangan AI171 masih berlangsung, AAIB (Aircraft Accident Investigation Bureau) India atau jika di Indonesia setara KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), bersama Boeing diharapkan dapat mengungkap akar masalah dan merumuskan rekomendasi keselamatan, termasuk kemungkinan perubahan desain, prosedur operasional, hingga opsi grounding global jika ditemukan cacat sistemik yang membahayakan seluruh armada Boeing 787 sama seperti grounding global Boeing 737 Max atas rekomendasi FAA dan EASA (European Union Aviation Safety Agency).
Pengunduran diri CEO Boeing, Dave Calhoun, pada tahun 2024 menjadi bagian dari restrukturisasi besar-besaran di tengah tekanan krisis keselamatan yang terus meningkat, dan menjadi tanda signal menjerumuskan Boeing ke dalam kekacauan yang semakin dalam.
Pengunduran Dave Calhoun mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi operator maskapai Boeing karena krisis yang berpusat pada kualitas dan keamanan manufaktur pembuat pesawat tidak menunjukkan tanda-tanda akan perbaikan.
Kecelakaan ini menjadi peringatan keras bagi industri penerbangan global untuk menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama dan memastikan transparansi serta perbaikan menyeluruh dalam proses manufaktur dan pengawasan keselamatan. Masih amankah terbang bersama Boeing?
kepercayaan publik kini diuji jawabannya sangat tergantung pada hasil investigasi dan komitmen Boeing serta regulator untuk memperbaiki seluruh aspek keselamatan dan kualitas manufaktur pesawat mereka.
Pewarta : Adhi Karnanta Hidayat