Kemon.id, Semarang — Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, menegaskan bahwa Pemerintah Kota Semarang akan memperbanyak event seni dan budaya pada tahun 2026. Langkah ini diambil untuk melestarikan kearifan lokal sekaligus memperkuat perputaran ekonomi masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Agustina usai menutup Lomba Melukis Payung dan Kipas 2025 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang di Uptown Mall BSB, Minggu (19/10).
“Saya minta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar lomba seperti ini bisa diadakan secara berkala. Bisa dimulai dari tingkat kecamatan dan diorkestrasi dalam satu bulan yang sama, sehingga muncul festival payung di setiap kecamatan yang menampilkan karya warga,” ujar Agustina.
Ia menambahkan, kegiatan kreatif semacam ini tidak hanya menggairahkan masyarakat tetapi juga memberikan dampak ekonomi positif. Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang, yang kini menunjukkan peningkatan pesat dan diharapkan mendekati 8% pada akhir tahun, menurutnya tidak lepas dari partisipasi masyarakat dalam kegiatan komunitas.
“Kalau ada lomba di tingkat kecamatan, otomatis warga akan bersih-bersih juga. Ekonomi di situ mulai bergerak, dari UMKM dan lainnya, karena ada keramaian,” jelasnya.
Agustina juga mengapresiasi antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap ide-ide kreatif Pemkot.
“Saya bersyukur karena masyarakat itu gibras. Artinya Pemkot melempar ide untuk pariwisata atau kebersihan, langsung disukai dan direspons,” ujarnya.
Lomba Melukis Payung dan Kipas 2025 sendiri diikuti sekitar 400 peserta, dengan lomba melukis kipas digelar pada Sabtu (18/10) dan lomba melukis payung pada Minggu (19/10). Mengusung tema “Warak Ngendog”, Simbol Harmoni Budaya Jawa, Arab, dan Tionghoa, kegiatan ini bertujuan menanamkan semangat toleransi sejak dini sekaligus menghidupkan ruang publik dengan aktivitas seni inklusif.
Menurut Agustina, ikon Warak Ngendog kini tidak hanya dirayakan melalui festival atau arak-arakan, tetapi juga dapat diangkat lewat media seni yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, seperti payung dan kipas.
“Ini bisa jadi potensi ekonomi kreatif. Motif Warak Ngendog bisa dikembangkan menjadi suvenir khas Semarang,” jelasnya.
Ia pun menutup dengan apresiasi kepada seluruh peserta dan seniman yang berpartisipasi.
“Yang paling membahagiakan adalah berkumpulnya para seniman dari berbagai usia, dari anak-anak hingga yang sudah mahir. Mereka saling menginspirasi, dan saya yakin di lomba berikutnya hasil karya mereka akan semakin bagus,” tandas Agustina.
















