Kemon.id, Yogyakarta – Di ruang-ruang kontemplatif Jogja National Museum, ARTJOG 2025 resmi dibuka—pameran seni tahunan yang menyentuh batin lewat karya visual. Tahun ini, ARTJOG mengangkat tema “Amalan”. Dalam dunia seni, amalan bisa berupa sikap, pilihan, atau cara seniman berhubungan dengan sekitarnya. Karya-karya di ARTJOG dipandang sebagai bentuk sumbangan bagi kehidupan bersama—bukan soal untung rugi, tapi soal memberi makna.
Salah satu sosok yang mencuri perhatian adalah Zulfa Faiz, seorang ibu rumah tangga yang karyanya lolos kurasi dan tampil dalam pameran prestisius ini. Siapa sangka, karya yang ditampilkan berawal dari sesuatu yang sangat personal dan bahkan “tak sengaja.”
“Lukisan ini lahir 25 tahun lalu—polos, spontan. Tapi justru di sanalah awal perjalanan karya-karya saya dimulai.
— Zulfa Faiz, Jumat, 20 Juni 2025, di Pameran ARTJOG 2025 di Jogja National Museum
Dari lukisan inilah, Zulfa mulai merangkai sebuah narasi yang melingkar. Ia menyebut proses kreatifnya sebagai sebuah lingkaran penuh—kembali ke titik awal, namun dengan cara pandang yang telah ditempa oleh waktu dan pengalaman. Meski ia mengaku baru “beberapa bulan aktif” berkarya, seperti halnya hidup, kedalaman proses seringkali lebih bermakna dibanding panjangnya perjalanan.
Zulfa adalah salah satu murid Klinik Rupa Dokter Rudolfo, sebuah ruang belajar seni non-formal yang membuka jalan bagi mereka yang mencintai seni tanpa harus melalui jalur akademik. Di klinik ini, seni tidak dituntut menjadi profesi, melainkan dijalani sebagai panggilan batin.
“Yang paling nikmat justru ketika seni menjadi hobi yang hidup,“Banyak dari mereka datang dengan kecintaan pada gambar, tapi terbentur batas sosial atau ekonomi. Kami hanya menyediakan ruang untuk mereka tumbuh.”di klinik Dokter Rudolfo
ARTJOG kali ini menjadi panggung bagi karya-karya seni hasil proses panjang ujar Zulfa, Zulfa dulu pernah ikut pameran di Sarinah pada tahun 2022.ujar Hartanto, salah satu mentor di Klinik Rupa, menyebut proses pendampingan berlangsung lebih dari enam bulan dan melibatkan pembinaan teknis sekaligus spiritual.
“Kami tak hanya mengajarkan teknik menggambar, tapi juga mendampingi mereka dalam perjalanan menemukan diri lewat karya,” tuturnya.
Zulfa mulai belajar secara serius sejak 2019 di bawah bimbingan Pak Tanto. “Awalnya saya menggambar hanya karena senang. Tapi setelah masuk kelas, saya belajar teknik dasar, kesabaran, dan keberanian untuk menatap diri sendiri. Hasilnya ya ini—sebuah potret diri, sekaligus potret perjalanan,” katanya lirih.
Tema besar karya Zulfa tahun ini adalah self-portrait—bukan hanya lukisan wajah, melainkan cermin batin. Baginya, karya itu adalah pembuktian diam-diam: bahwa dirinya masih ada, masih berkarya, dan masih mencintai proses menjadi pelukis.
ARTJOG 2025 kembali menegaskan bahwa seni bukan milik segelintir elite, tetapi milik siapa saja yang jujur menyuarakan isi hati dan berani belajar dari luka. Ia tumbuh di banyak ruang—dalam dapur, di ruang tamu, di studio kecil yang sunyi—dan berbicara dengan bahasa yang pelan tapi menggugah.
Karena, seperti yang pernah dikatakan Nietzsche, “Kita punya seni agar kita tidak mati karena kebenaran.” Dan di Jogja, seni terus menemukan rumahnya—tahun demi tahun, karya demi karya, jiwa demi jiwa.Pungkas:Zulfa